Bukan sembarang orang yang membuat anggota DPR itu meradang. Dia adalah Duta Besar Republik Indonesia untuk Swiss Djoko Susilo, yang juga mantan anggota DPR, yang hanya bisa menduduki jabatan sekarang sebagai diplomat setelah mendapat persetujuan DPR.
Djoko Susilo menyebutkan 90% studi banding dewan ke luar negeri tidak bermanfaat bagi rakyat.
Karena itulah, politikus PAN tersebut tidak segan-segan menolak setiap kunjungan anggota dewan ke Swiss jika tidak memiliki agenda yang pasti.
Apalagi, waktu studi banding kerap tidak menyesuaikan dengan keadaan di negara tujuan. Misalnya, berkunjung ke negara-negara di Eropa pada musim panas. Padahal, pada waktu itu anggota dewan di Eropa sedang masa reses alias mengunjungi konstituen.
Keberanian Djoko Susilo untuk menolak studi banding DPR patut diberi acungan jempol. Mestinya, sikap itu ditiru semua duta besar Indonesia di luar negeri. Hanya itulah cara menghentikan syahwat anggota DPR studi banding sebab sesungguhnya DPR sudah mati rasa terhadap kritik rakyat.
Pada masa reses kali ini, tiga komisi dan satu alat kelengkapan DPR, yaitu Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), melakukan studi banding ke delapan negara. Biaya yang dikeluarkan mencapai Rp12 miliar.
Tujuan studi banding tentu saja akal-akalan. Untuk membahas RUU Fakir Miskin, misalnya, dewan mengadakan studi banding ke China yang komunis dan Australia yang kaya dan makmur.
Mestinya, jika benar-benar serius melakukan studi banding soal kemiskinan, DPR berkunjung ke Afrika dan Amerika Latin. Faktanya 90% negara tujuan studi banding dewan selama ini justru Eropa dan Amerika Serikat yang sudah mapan.
DPR bukannya berterima kasih karena diberi masukan soal studi banding oleh mantan sejawat mereka. Sebaliknya mereka malah menilai Djoko Susilo tidak etis karena sebagai orang yang pernah menjadi anggota DPR mengkritik DPR.
Kritik Djoko Susilo hanyalah sebuah contoh. Contoh lain, betapa pun kencangnya kritik terhadap pembangunan kantor DPR supermewah seharga Rp1,138 triliun, DPR tidak peduli.
DPR jelas alergi kritik. Alergi itu terutama menyerang lidah mereka, yaitu gatal-gatal kalau dikritik sehingga cepat-cepat bersilat lidah menangkis kritik, bahkan menghujat si pengkritik
(http://www.mediaindonesia.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar